BUDAYA DEMOKRASI MENUJU MASYARAKAT MADANI




BUDAYA DEMOKRASI
MENUJU MASYARAKAT MADANI
 Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Ilmu Politik
dengan Tema “ Demokrasi dan Masyarakat Madani “
Ciamis, November 2016
DAFTAR ISI

 KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
 DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
 BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 5
A.     Latar Belakang......................................................................................... 5
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
C.     Tujuan........................................................................................................ 6
 BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 7
A.    Pengertian dan Prinsip – Prinsip Demokrasi............................................. 7
1.      Pengertian Demokrasi.............................................................................. 7
2.      Hakikat Demokrasi.............................................................................. 8
3.      Pilar Demokrasi................................................................................... 9
4.      Lembaga dan Masyarakat sebagai Penggerak Demokrasi................... 10
5.      Macam – Macam Demokrasi............................................................... 12
a.       Berdasarkan Ideologi........................................................................ 12
b.      Berdasarkan Cara Penyaluran Kehendak Rakyat............................. 13
c.       Berdasarkan Titik Perhatian.............................................................. 13
6.      Prinsip – Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal.......................... 14
B.     Masyarakat Madani................................................................................... 17
1.      Pengertian Masyarakat Madani........................................................... 18
2.      Karakteristik Masyarakat Madani....................................................... 20
3.      Hubungan antara Masyarakat Madani dengan Demokrasi................. 23
4.      Upaya Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia...................... 23
5.      Kendala dalam Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia........ 26
C.     Sistem Politik Demokrasi Pancasila.......................................................... 27
1.      Pengertian Demokrasi Pancasila.......................................................... 27
2.      Isi Pokok dan Ciri Khas Demokrasi Pancasila.................................... 29
3.      Prinsip dan Asas Demokrasi Pancasila................................................ 30
4.      Aspek Demokrasi Pancasila................................................................ 32
5.      Sikap Positif dalam Rangka Pengembangan Demokrasi Pancasila..... 33
D.    Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia........................................................ 35
1.      Bentuk – Bentuk Demokrasi yang Berlaku di Indonesia.................... 35
a.       Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Revolusi ( 1945 - 1950 )....... 36
b.      Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Demokrasi Liberal (1950 - 1959)           36
c.       Pelaksanaan Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965)...... 38
d.      Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Orde Baru (1966 - 1998)...... 39
e.       Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 - Sekarang)........ 39
2.      Pemilihan Umum di Indonesia............................................................ 40
a.       Peristiwa Pemilu di Indonesia....................................................... 41
b.     Asas – Asas Pemilu....................................................................... 43
E.     Perilaku Budaya Demokrasi...................................................................... 44
1.      Menerima Perlakuan yang Demokratis dari Orang Lain..................... 44
2.      Berperilaku Demokratis kepada Orang Lain....................................... 44
3.      Perilaku Demokratis di Lingkungan Keluarga.................................... 45
4.      Perilaku Demokratis di Lingkungan Sekolah...................................... 45
5.      Perilaku Demokratis di Lingkungan Masyarakat................................ 46
6.      Perilaku Demokratis dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara..... 46
a.       Pemilihan umum............................................................................ 46
b.      Pemilihan Kepala Daerah.............................................................. 47
c.       Pembagian Kekuasaan................................................................... 47
d.      Kebebasan Pers............................................................................. 47
e.       Pluralisme...................................................................................... 47
f.       Kesetaraan Hukum........................................................................ 48
g.      Kebebasan Berpendapat, Berserikat, Dan Berkumpul.................. 48
 BAB III PENUTUP............................................................................................ 49
A.    Kesimpulan................................................................................................ 49
B.     Saran.......................................................................................................... 50
 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 50

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Indonesia memasuki masa transisi saat lahirnya era reformasi pada pertengahan tahun 1998. Pada tahun tersebut, Indonesia memasuki masa transisi dari era otoritarian ke era demokrasi. Terdapat perubahan – perubahan yang bersifat fundamental dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah membangun tatanan kehidupan politik baru yang demokratis. Arah baru ini menjadikan Indonesia dimasukkan sebagai salah satu dari dua negara demokrasi baru bersama Nigeria. Perkembangan demokrasi Indonesia dianggap paling signifikan oleh Freedom House.
Sebagai langkah awal pembenahan demokrasi, dilakukan percepatan pemilu. Perhelatan tersebut dimajukan dari rencana semula. Pemilu sebenarnya hendak dilaksanakan tahun 2003, namun dimajukan menjadi tahun 1999. Pemerintahan baru hasil Pemilu 1999 mendapat amanah untuk melaksanakan berbagai agenda reformasi. Di dalam agenda tersebut terdapat satu yang terpenting, yaitu melakukan perubahan (amandemen) UUD 1945. Desakan kuat untuk mengubah UUD 1945, salah satu latar belakangnya adalah konstitusi ini kurang memenuhi aspirasi demokrasi, termasuk dalam meningkatkan kemampuan untuk mewadahi pluralisme dan mengelola konflik yang timbul karenanya.

1.2             Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Masyarakat Madani Bisa Terwujud Dalam Budaya Demokrasi?
2.      Apa Saja Faktor yang Mendukung Terwujudnya Masyarakat Madani dalam Budaya Demokrasi?
3.      Bagaimana Hubungan antara Masyarakat Madani dengan Demokrasi?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui Proses demi Proses yang Harus Dipenuhi oleh Masyarakat agar Terbentuknya Masyarakat Madani dalam Budaya Demokrasi
2.      Menjelaskan Langkah agar Masyarakat Madani dapat Terwujud dalam Budaya Demokrasi
3.      Memaparkan Hubungan yang Terjadi antara Demokrasi dengan Masyarakat Madani

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Prinsip – Prinsip Demokrasi
          Negara Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat melalui wakil - wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan. Wakil – wakil rakyat tersebut dipilih rakyat melalui pemilihan umum.
          Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia diharapkan dapat mewujudkan masyarakat madani. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, sikap dan perilaku masyarakatnya selalu sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
1.      Pengertian Demokrasi
          Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno. Istilah tersebut diutarakan pertama kali di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Athena dianggap sebagai negara yang pertama kali menerapkan sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu. Definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18. Perkembangan istilah demokrasi terjadi seiring dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.
          Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Dengan demikian, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini karena demokrasi saat ini dianggap sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
          Demokrasi menempati posisi penting dalam pelaksanaan pembagian kekuasaan suatu negara yang berdasarkan pada konsep dan prinsip trias politika.

Dalam demokrasi, kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
2.  Hakikat Demokrasi
          Pada hakikatnya, demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan. Demokrasi merupakan gaya hidup serta tata masyarakat tertentu yang mengandung unsu – runsur moral. Dengan demikian, demokrasi didasari oleh beberapa nilai (value).
          Hendry B. Mayo mengemukan tentang nilai-nilai dalam demokrasi, antara lain:
1.  Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peacefull settlement of confl ict),
2.  Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedangberubah (peaceful changein a changing society),
3.  Menyelenggarakan penggantian pemimpin secara teratur (membatasi pemakaian kekerasan/paksaan seminimal mungkin (minim of coercion),
4.  Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity),
5.  Menjamin tegaknya keadilan,
6.  Memajukan ilmu pengetahuan,
7.  Pengakuan dan penghormatan terhadap kekebasan.
          Melalui penerapan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya, pelaksanaan demokrasi mampu mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
          Kedaulatan rakyat yang dimaksud bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
          Walaupun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal.
          Penerapan demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai di dalamnya, membawa keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan tersebut antara lain:
1.  Kebebasan untuk berpendapat,
2.  Kebebasan untuk membuat kelompok,
3.  Kebebasan untuk berpartisipasi,
4.  Kesetaraan antarwarga,
5.  Saling percaya,
6.  Kerja sama.
          Akan tetapi, mengingat masyarakat Indonesia memiliki tingkat keberagaman yang tinggi, segala bentuk kebebasan tersebut haruslah dilaksanakan dengan batasan-batasan untuk saling menghormati. Hal paling penting inilah yang seharusnya menjadi agenda utama pemerintah saat ini guna mengurangi kesalahpahaman dalam memahami nilai-nilai demokrasi. Bila tidak, kesalahpahaman seringkali mengakibatkan hal-hal destruktif terhadap masyarakat
3.  Pilar Demokrasi
          Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica. Prinsip ini membagi ketiga kekuasaan politik negara untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara. Tiga jenis lembaga tersebut adalah eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Ketiga lembaga saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip keseimbangan.
          Peran ketiga jenis lembaga – lembaga negara tersebut adalah:
1. Lembaga – lembaga pemerintah memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif.
2. Lembaga – lembaga pengadilan berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif.
3. Lembaga – lembaga perwakilan rakyat memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Keputusan legislatif dibuat oleh rakyat melalui wakil-waklinya. Para wakil rakyat ini wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya.
          Prinsip semacam trias politica menjadi sangat penting untuk menghindari dominasi salah satu lembaga atas lembaga yang lain. Beberapa fakta sejarah mencatat bahwa kekuasaan pemerintah yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab. Bahkan, kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif hingga mampu menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa memedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
4. Lembaga dan Masyarakat sebagai Penggerak Demokrasi
          Demokrasi yang diharapkan bisa dirasakan oleh keseluruhan masyarakat Indonesia saat ini belum bisa terwujud. Anggapan yang muncul, demokrasi lebih diidentikkan kepada hal-hal bersifat politis, sehingga yang terjadi isu-isu demokratis tersebut lebih berkembang pesat di kalangan partai politik. Dalam pelaksanaannya demokrasi, belum bisa menyentuh kepada lembaga atau masyarakat.
           Saat ini lembaga dan masyarakat belum bisa menerapkan pendekatan demokrasi dalam berorganisasi atau bermasyarakat. Mereka masih memakai atau lebih suka menerapkan pendekatan adat dan budaya masing-masing. Hal tersebut karena adat dan budaya dianggap sudah menjadi kebiasaan dan lebih mudah dikenal masyarakat. Akan tetapi, mereka tidak sadar bahwa pendekatan-pendekatan adat dan budaya masing-masing tersebut tidak bisa dipakai jika dihadapkan dengan adat dan budaya yang lain. Seringkali timbul tindakan-tindakan destruktif yang dilatar belakangi oleh adat dan budaya. Misalnya, jika timbul permasalahan di Yogyakarta, tidak mungkin bila diselesaikan menggunakan pendekatan adat atau budaya Batak, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, mengingat Indonesia memiliki keragaman masyarakat yang sangat tinggi, demokrasi yang menjadi asas negara saat ini diharapkan bisa memancarkan nilai-nilai demokratisnya agar lebih universal dan dapat menjadi solusi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi akibat perbedaan-perbedaan yang ada.
          Menurut Dahl, terdapat beberapa keuntungan demokrasi selain contoh sederhana di atas, yaitu:
  1. Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik.
  2. Demokrasi menjamin warga negaranya dengan sejumlah hak asasi manusia yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratis.
  3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warga negaranya daripada alternatif lain yang memungkinkan.
  4. Demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasarnya.
  5. Hanya pemerintahan demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar – besarnya bagi orang – orang untuk menggunakan kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri,yaitu untuk hidup di bawah hukum yang mereka pilih sendiri.
  6. Hanya pemerintahan demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar – besarnya auntuk menjalankan tanggung jawab moral.
  7. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih total daripada alternatif lain yang memungkinkan.
  8. Hanya pemerintahan demokratis yang dapat membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi.
  9. Negara – negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu sama lain.
  10. Negara – negara dengan pemerintahan demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan yang tidak demokratis.
          Hal – hal di atas menjadi tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat untuk mewujudkannya. Sukses di bidang politik tidak menjadi jaminan keseluruhan masyarakat menerapkan nilai-nilai demokrasi. Perlu adanya langkah-langkah intensif dalam mentransformasikan nilai-nilai tersebut.
5.  Macam – Macam Demokrasi
          Demokrasi telah menjadi sistem pemerintahan yang diidealkan. Banyak negara menerapkan sistem politik demokrasi. Masing-masing negara menerapkan sistem demokrasi dengan pemahaman masing – masing. Keanekaragaman pemahaman tersebut dapat dirangkum ke dalam 3 sudut pandang, yaitu ideologi, cara penyaluran kehendak rakyat dan titik perhatian.
  1. Berdasarkan ideologi
          Berdasarkan sudut pandang ideologi, sistem politik demokrasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal dan demokrasi rakyat.
  1. Demokrasi konstitusional (demokrasi liberal). Dasar pelaksanaan demokrasi konstitusional adalah kebebasan individu. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
  2. Demokrasi rakyat. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan tanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan pribadi. Demokrasi rakyat merupakan bentuk khusus demokrasi yang memenuhi fungsi diktator proletar. Pada masa Perang Dingin, sistem demokrasi rakyat berkembang di negara-negara Eropa Timur, seperti Cekoslovakia, Polandia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, Yugoslavia, dan Tiongkok. Sistem politik demokrasi rakyat disebut juga “demokrasi proletar”, yang berhaluan Marxisme-komunisme.
  1. Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat
Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat, sistem politik demokrasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu demokrasi langsung, demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif, dan demokrasi perwakilan sistem referendum.
  1. Demokrasi langsung. Dalam sistem demokrasi langsung, rakyat secara langsung mengemukakan kehendaknya dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh rakyat. Demokrasi ini dapat dijalankan apabila negara berpenduduk sedikit dan berwilayah kecil. Sistem ini pernah berlaku di Negara Athena pada zaman Yunani Kuno (abad IV SM).
  2. Demokrasi perwakilan (demokrasi representatif). Di masa sekarang, bentuk demokrasi yang dipilih adalah demokrasi perwakilan. Hal ini disebabkan jumlah penduduk terus bertambah dan wilayahnya luas sehingga tidak mungkin menerapkan sistem demokrasi langsung. Dalam demokrasi perwakilan, rakyat menyalurkan kehendak dengan memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga perwakilan (parlemen).
  3. Demokrasi perwakilan sistem referendum. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum merupakan gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakil mereka untuk duduk dalam lembaga perwakilan, tetapi lembaga perwakilan tersebut dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem referendum dan inisiatif rakyat.
  1. Berdasarkan titik perhatian.
Berdasarkan titik perhatiannya, sistem politik demokrasi dibedakan menjadi tiga macam,  yaitu demokrasi formal, demokrasi material, dan demokrasi gabungan.
  1. Demokrasi formal. Demokrasi formal disebut juga demokrasi liberal atau demokrasi model Barat. Demokrasi formal adalah suatu sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Dalam demokrasi formal, semua orang dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama.
  2. Demokrasi material. Demokrasi material adalah sistem politik demokrasi yang menitikberatkan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang-bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang-kadang dihilangkan. Usaha untuk mengurangi perbedaan di bidang ekonomi dilakukan oleh partai penguasa dengan mengatasnamakan negara di mana segala sesuatu sebagai hak milik negara dan hak milik pribadi tidak diakui.
  3. Demokrasi gabungan. Demokrasi gabungan adalah demokrasi yang menggabungkan kebaikan serta membuang keburukan demokrasi formal dan demokrasil material. Persamaan derajat dan hak setiap orang diakui, tetapi demi kesejahteraan seluruh aktivitas rakyat dibatasi. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat, jangan sampai mengabdikan apalagi menghilangkan persamaan derajat dan hak asasi manusia.
  1. Prinsip – Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal
          Suatu pemerintahan dinilai demokratis apabila dalam mekanisme pemerintahannya  diwujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip tersebut berlaku universal. Maksudnya  adalah keberhasilan suatu negara dalam menerapkan demokrasi dapat diukur berdasarkan  prinsip-prinsip tertentu. Tolok ukur tersebut juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan  pelaksanaan demokrasi di negara lainnya.
          Menurut Inu Kencana Syafi ie, prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku universal antara  lain:
  1. Adanya pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan dalam negara berdasarkan prinsip demokrasi, dapat mengacu pada pendapat John Locke mengenai trias politica. Kekuasaan negara terbagi menjadi 3 bagian, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga lembaga tersebut memiliki kesejajaran sehingga tidak dapat saling menguasai.
  2. Pemilihan umum yang bebas. Kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi berada di tangan rakyat. Namun tentunya, kedaulatan tersebut tidak dapat dilakukan secara langsung oleh setiap individu. Kedaulatan tersebut menjadi aspirasi seluruh rakyat melalui wakil-wakil rakyat dalam lembaga legislatif. Untuk menentukan wakil rakyat, dilakukan pemilihan umum. Dalam pelaksanaannya, setiap warga masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih wakil yang dikehendaki. Tidak dibenarkan adanya pemaksaan pilihan dalam negara demokrasi. Selain memilih wakil rakyat, pemilihan umum juga dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden. Rakyat memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin negara.
  3. Manajemen yang terbuka. Untuk mencegah terciptanya negara yang kaku dan otoriter, rakyat perlu diikutsertakan dalam menilai pemerintahan. Hal tersebut dapat terwujud apabila pemerintah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatannya di hadapan rakyat.
  4. Kebebasan individu. Dalam demokrasi, negara harus menjamin kebebasan warga negara dalam berbagai bidang. Misalnya, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan berusaha, dan sebagainya. Namun tentunya, kebebasan tersebut harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Perlu diingat bahwa kebebasan satu orang akan dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dengan demikian, setiap masyarakat dapat melakukan kebebasan yang dijamin undang-undang dengan tidak merugikan kepentingan orang lain.
  5. Peradilan yang bebas. Melalui pembagian kekuasaan, lembaga yudikatif memiliki kebebasan dalam menjalankan perannya. Lembaga ini tidak dapat dipengaruhi lembaga negara yang lain. Dalam praktik kenegaraan, hukum berada dalam kedudukan tertinggi. Semua yang bersalah di hadapan hukum, harus mempertanggungjawabkan kesalahannya.
  6. Pengakuan hak minoritas. Setiap negara memiliki keanekaragaman masyarakat. Keberagaman tersebut dapat dilihat dari suku, agama, ras, maupun golongan. Keberagaman dalam suatu negara menciptakan adanya istilah kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas. Kedua kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Untuk itu, negara wajib melindungi semua warga negara tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
  7. Pemerintahan yang berdasarkan hukum. Dalam kehidupan bernegara, hukum memiliki kedudukan tertinggi. Hukum menjadi instrumen untuk mengatur kehidupan negara. Dengan demikian negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. 
  8. Supremasi hukum. Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pemerintah maupun rakyat. Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan atas nama hukum. Oleh karena itu, pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan.
  9. Pers yang bebas. Dalam sebuah negara demokrasi, kehidupan dan kebebasan pers harus dijamin oleh negara. Pers harus bebas menyuarakan hati nuraninya terhadap pemerintah maupun diri seorang pejabat.
  10. Beberapa partai politik. Partai politik menjadi wadah bagi warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memilih partai politik yang sesuai dengan hati nuraninya. Maka dari itu, mulai bergulirnya reformasi, negara memberikan kebebasan bagi semua warga negara untuk mendirikan partai politik. Pada tahun 1999, dilaksanakan pemilihan umum multipartai pertama kali sejak Orde Baru. Mulai Pemilu 1999, setiap partai politik memiliki asas sesuai dengan perjuangan politik masing-masing. Tidak lagi dikenal asas tunggal bagi setiap partai politik.
          Namun tentunya, pendirian partai politik harus sesuai dengan peraturan yang ada. Selain  itu, warga negara tidak diperbolehkan mendirikan partai dengan asas maupun ideologi yang  dilarang oleh undang-undang.
          Prinsip – prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan tolok ukur untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Tolok ukur tersebut meliputi empat aspek, yaitu:
  1. Masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik.
  2. Dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya secara langsung kepada rakyat.
  3. Susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan.
  4. Masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.
  1. Masyarakat Madani
          Reformasi menuntut perubahan dalam semua aspek kehidupan, khususnya bidang politik, pemerintahan, ekonomi, dan budaya. Masyarakat mengharapkan terwujudnya perubahan  total dalam kehidupan berbangsa dan berma syarakat. Salah satu harapan masyarakat adalah  terwujudnya kedaulatan rakyat yang telah hilang. Terwujudnya kedaulatan rakyat, menjadi ciri kehidupan bernegara yang demokratis. Kehidupan bernegara yang demokratis, merupakan arah yang hendak dicapai dalam perubahan di bidang politik.
Untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, diperlukan terciptanya masyarakat madani. Kehidupan masyarakat madani ditandai dengan adanya keterbukaan di bidang politik. Kehidupan masyarakat madani juga memiliki tingkat kemampuan dan kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan partisipatif dalam menghadapi berbagai persoalan sosial.

  1. Pengertian Masyarakat Madani
          Istilah masyarakat madani sebenarnya merupakan istilah baru dari hasil pemikiran Prof. Naquib al-Attas. Ia adalah seorang filosof kontemporer dari Malaysia. Di Indonesia, istilah masyarakat madani atau civil society baru populer pada dasawarsa 1990-an. Pada awalnya, istilah masyarakat madani di Indonesia bermula dari gagasan Dato Anwar Ibrahim. Menteri Keuangan dan Asisten Perdana Menteri Malaysia itu berkunjung ke Indonesia membawa istilah masyarakat madani sebagai terjemahan civil society. Istilah masyarakat madani disampaikan dalam ceramahnya pada simposium nasional dalam rangka Forum Ilmiah di acara Festival Istiqlal, 26 September 1995.
          Namun sebenarnya, istilah tersebut dikemukakan oleh Cicero dalam fi lsafat politiknya. Ia menyebut dengan istilah societies civillis. Pada awalnya, istilah tersebut identik dengan negara. Namun dalam perkembangannya, istilah societies civillis dipahami sebagai organisasi – organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi, berhadapan dengan negara, serta keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
          Menurut W.J.S. Poerwadarminto, kata masyarakat berarti suatu pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan yang tertentu. Sedangkan kata madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, yang artinya kota. Dengan demikian masyarakat madani secara etimologis berarti masyarakat kota. Meskipun demikian, istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografi s, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban.
          Menurut rumusan PBB, masyarakat madani adalah masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak tanggung jawab manusia. Adapun dalam frasa bahasa Latin, masyarakat madani merupakan padanan frasa civillis societies. Artinya adalah suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum dan hidup beradab. Dalam bahasa Inggris, masyarakat madani dikenal dengan istilah civil society. Artinya adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.
          Dalam perkembangannya, istilah masyarakat madani dipahami para ahli berdasarkan lingkungan masing-masing. Definisi tersebut merupakan hasil analisis dan kajian dari fenomena masyarakat. Berikut ini beberapa pengertian masyarakat madani.
a.      Zbighiew Rau
          Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lainnya guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Sistem nilai yang harus ada dalam masyarakat madani menurut Zbighiew Rau adalah:
1)  Individualisme,
2)  Pasar (market),
3)  Pluralisme.
b.      Han Sung Joo
          Masyarakat madani adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini
c.       Anwar Ibrahim
          Masyarakat madani adalah masyarakat ideal yang memiliki peradaban maju dan sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, yaitu masyarakat yang cenderung memiliki usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan untuk mengikuti undang-undang bukan nafsu, demi terlaksananya sistem yang transparan.



d.      Nurcholish Madjid
          Masyarakat madani adalah suatu tatanan kemasyarakatan yang mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban serta menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan).
e.       A.S. Hikam
          A.S. Hikam mendefi nisikan pengertian masyarakat madani berdasarkan istilah civil society. Menurutnya, civil society didefi nisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan:
  1. Kesukarelaan (voluntary), artinya tidak ada paksaan, namun mempunyai komitmen bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama.
  2. Keswasembadaan (self generating), artinya setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi.
  3. Keswadayaan (self supporting), artinya kemandirian yang kuat tanpa menggantungkan pada negara, atau lembaga atau organisasi lain.
  4. Kemandirian yang tinggi terhadap negara, artinya masyarakat madani tidak tergantung pada perintah orang lain termasuk negara.
  5. Keterkaitan dengan norma-norma hukum, yang artinya terkait pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama.
          Dari beberapa definisi di atas, dapat dirangkum bahwa masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki lembaga-lembaga yang mandiri dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
2.  Karakteristik Masyarakat Madani
          Masyarakat madani atau yang disebut orang barat civil society mempunyai prinsip pokok pluralisme, toleransi, dan hak asasi (human right), termasuk di dalamnya adalah demokrasi. Bagi bangsa Indonesia, masyarakat madani menjadi suatu cita-cita bagi negara. Sebagai bangsa yang pluralis dan majemuk, model masyarakat madani merupakan tipe ideal suatu masyarakat Indonesia demi terciptanya integritas sosial bahkan integritas nasional.
          Menurut Bahmueller, terdapat beberapa karakteristik masyarakat madani, di antaranya:
  1. Terintegrasinya individu – individu dan kelompok – kelompok  eksklusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
  2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
  3. Dilengkapinya program - program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program - program pembangunan yang berbasis masyarakat.
  4. Terjembataninya kepentingan – kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
  5. Tumbuh kembangnya kreativitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter.
  6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
  7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
    Dari beberapa karakteristik tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis yang para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreativitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya.
    Terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis) dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai keamanan sipil (civil security), tanggung jawab sipil (civil responsibility), dan ketahanan sipil (civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani, yaitu:
  1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
  2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antarkelompok.
  3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan atau dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
  4. Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum, sehingga isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
  5. Adanya persatuan antarkelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan.
  6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
  7. Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antarmasyarakat secara teratur, terbuka, dan terpercaya.
          Tanpa prasyarat tersebut, masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada kekuasaan masyarakat sipil yang sempit. Hal tersebut tidak ubahnya dengan sistem militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani. Rambu – rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah semangat kelompok yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa.

3.  Hubungan antara Masyarakat Madani dengan Demokrasi
          Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat koeksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar.
          Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifi kan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
          Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement, yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya.
          Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.
4.  Upaya Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia
          Di Indonesia, sudut pandang pemahaman masyarakat madani dapat dirumuskan secara sederhana. Rumusan tersebut yaitu membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratif, dengan landasan takwa dengan semangat Ketuhanan Yang Maha Esa, serta sahnya nilai-nilai hubungan sosial yang luhur. Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut yaitu toleransi dan pluralisme. Keduanya merupakan wujud ikatan keadaban (bond of civility). Maka dari itu, toleransi dan pluralisme menjadi bagian untuk menwujudkan nilai-nilai keadaban.
          Guna mewujudkan terciptanya masyarakat madani, diperlukan berbagai upaya sebagai berikut: 
  1. Meningkatkan usaha menciptakan pemerintahan yang baik. Terciptanya pemerintahan yang baik (good government) merupakan tuntutan masyarakat pada era reformasi. Pemerintahan yang baik menjadi prasyarat untuk tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani yang sehat. Pemerintahan yang bersih merupakan sebuah pemerintahan yang efesien dan efektif, profesional, berwibawa, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Ciri khas dari pemerintahan yang bersih adalah dapat dipercaya (credible), dapat diterima (acceptable), dapat memimpin (capable), pemerintahan bersih (clean government). Melalui pemerintahan yang baik, masyarakat dapat menciptakan pembangunan secara merata. Melalui pembangunan merata, taraf hidup masyarakat pun dapat meningkatkan. Peningkatan taraf hidup, berarti meningkatkan kesempatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Terpenuhinya kebutuhan merupakan salah satu karakteristik masyarakat madani. 
  2. Meningkatkan keseimbangan dalam pembagian kekuasaan. Sebagaimana prinsip trias politika, sautu pemerintahan yang ideal terbagi ke dalam 3 kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiganya terwadahi dalam lembagalembaga negara. Ketiga lembaga harus mampu menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan demikian, dapat tercipta tingkat keseimbangan hubungan antara kekuasaan eksekutif, kekuasaan legeslatif, dan kekuasaan yudikatif. Di dalam menjalankan perannya, lembaga legislatif menjadi cerminan aspirasi masyarakat yang diwakili. Dengan demikian, kehidupan yang demokratis lebih terjamin. Makin terjamin demokrasi warga negara, berarti makin dekat bangsa Indonesia ke arah terwujudnya masyarakat madani. 
  3. Meningkatkan jiwa kemandirian melalui kegiatan perekonomian. Masyarakat madani menuntut pemerataan kehidupan ekonomi yang lebih merata. Dengan adanya pemerataan, kegiatan perekonomian menjadi hak semua warga negara. Kegiatan ekonomi tidak hanya menjadi milik sekelompok kecil anggota masyarakat. Kegagalan dalam menerapkan pemerataan ekonomi, dapat menciptakan kehidupan perekonomian yang tidak demokratis. Namun sebaliknya, pemerataan kegiatan perekonomian, dapat menjamin kehidupan ekonomi yang demokratis. Makin demokratis suatu bangsa, berarti makin mudah mewujudkan terciptanya masyarakat madani. 
  4. Meningkatkan pemahaman perlunya kebebasan pers. Di dalam kehidupan masyarakat madani, pers memiliki peran untuk melakukan kontrol sosial. Namun tentunya, fungsi kontrol harus dilakukan secara bertanggungjawab dan sesuai dengan etika jurnalistik.Kontrol sosial yang dilakukan pers hanya dapat terwujud bila terdapat perlindungan terhadap pers. Terciptanya kebebasan pers, yaitu berkembangnya media massa baik cetak maupun elektronik yang sanggup berfungsi mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta melakukan fungsi kontrol sosial.Kebebasan pers merupakan salah satu syarat demokrasi. Makin banyak syarat demokrasi terpenuhi, berarti makin mudah membawa masyarakat ke arah masyarakat madani. 
  5. Mencptakan perangkat hukum yang memadai dan berkeadilan sosial. Terbentuknya lembaga pene gak hukum harus mampu mencerminkan berlakunya supremasi hukum dalam kehidupan bermasyara kat, berbangsa, dan bernegara menuju suatu tatanan masyarakat madani atau civil society Indonesia.Hal tersebut sesuai dengan semangat reformasi. Di dalamnya terkandung semangat untuk mewujudkan ketaatan kepada hukum untuk semua orang dan bukan hanya untuk kepentingan penguasa. Setiap orang sama di depan hukum, sehingga dituntut kedisiplinan yang sama terhadap nilai-nilai hukum yang berlaku. Terciptanya perangkat hukum yang memadai dan berkeadilan sosial, mampu menghilangkan diskriminasi di bidang hukum. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga hukum berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial, merupakan karakteristik masyarakat madani. 
  6. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Pendidikan menjadi jalan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu, perlu diciptakan sistem pendidikan yang baik. Sistem pendidikan yang baik, menekankan pada aspek kearifan budaya dan nilai-nilai lokal sebagai pijakan berbangsa. Identitas kebangsaan hanya bertahan jika sosialisasi nilai – nilai kebangsaan yang mengacu pada nilai-nilai kultural bangsa dilakukan melalui lembaga pendidikan. Makin baik sistem pendidikan, makin banyak pula tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Makin tinggi kualitas sumber daya manusia, makin mudah pula penerapan prinsip-prinsip masyarakat madani. 
  7. Menanamkan sikap mencintai dan menghargai budaya bangsa. Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Keanekaragaman budaya tersebut menciptakan pula keanekaragaman pemikiran, pola – pola perilaku, dan tradisi. Kesemuanya memiliki hak yang sama untuk tumbuh, berkembang, dan dilestarikan. Untuk itulah, bangsa Indonesia perlu menghayati dan mengamalkan semangat kebhinnekatunggalikaan. Perbedaaan yang dimiliki setiap suku bangsa merupakan identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan budaya daerah akan memberikan sumbangan bagi perkembangan rasa kesatuan bangsa Indonesia. Pluralisme bukan menjadi sumber perpecahan, tetapi menjadi kebanggaan sebagai identitas bangsa Indonesia yang kuat dan benar. Bila bangsa Indonesia dapat menghargai pluralisme, berarti salah satu syarat menjadi masyarakat madani telah terpenuhi. Masyarakat plural merupakan ciri masyarakat madani.
  1. Kendala dalam Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia
    Terciptanya masyarakat madani, menjadi cita – cita ideal setiap bangsa. Namun tentunya, cita-cita tersebut perlu diwujudkan dengan usaha keras. Diperlukan juga daya tahan yang tinggi untuk mengatasi berbagai kendala, baik kendala yang berkaitan dengan struktur sosial, maupun kendala yang berkaitan dengan keadaan masyarakat.
          Berbagai permasalahan bangsa juga menjadi kendala dalam mewujudkan terciptanya masyarakat madani. Beberapa kendala yang dihadapi dalam mewujudkan masyarakat madani antara lain:
  1. Terjadinya krisis perekonomian,
  2. Masih kuatnya perilaku korupsi,
  3. Ancaman disintegrasi bangsa,
  4. Belum maksimalnya kualitas sumber daya manusia,
  5. Belum tertanamnya jiwa kemandirian bangsa Indonesia,
  6. Kurangnya kesadaran pada hukum yang berlaku,
  7. Rendahnya tingkat kesukarelaan dan keswasembadaan pada setiap warga negara,
  8. Kurangnya perangkat hukum,
  9. Rendahnya kesadaran hukum.
          Berbagai kendala tersebut perlu diatasi oleh seluruh bangsa Indonesia. Usaha untuk mewujudkan terciptanya masyarakat madani menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia. Untuk itulah, cara untuk menanggulangi kendala juga harus dipikirkan bersama. Pemerintah dan masyarakat harus bersama – sama  mencari jalan keluar untuk mengatasi kendala. Pemerintah dan masyarakat juga harus bersama – sama melaksanakan cara – cara tersebut secara konsekuen.
C.    Sistem Politik Demokrasi Pancasila
          Demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi yang berlandaskan nilai – nilai yang terkandung dalam falsafah/ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Oleh karena itu, demokrasi yang dianut di Indonesia disebut demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
          Pancasila sebagai dasar falsafah negara, merupakan dasar pengembangan dan pelaksanaan demokrasi yang berjalan di Indonesia. Dalam Pancasila terkandung prinsip – prinsip demokrasi bukan prinsip-prinsip kediktatoran. Dengan demikian, sistem politik yang sesuai dengan situasi dan kondisi Negara Indonesia adalah sistem politik demokrasi Pancasila.
1)      Pengertian Demokrasi Pancasila
          Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila. Mengenai rumusan singkat demokrasi Pancasila, tercantum dalam sila keempat Pancasila. Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian yang bulat dan utuh antara sila satu dengan sila yang lainnya.
          Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian demokrasi Pancasila. Beberapa pengertian tersebut yaitu: 
  1. Menurut Ensiklopedia Indonesia. Demokrasi Indonesia berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial dan ekonomi, serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat. 
  2. Menurut Prof. Dardji Darmadihardja, S.H. Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945. 
  3. Menurut Prof. Dr. Drs. Notonegoro, S.H. Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
          Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pada hakikatnya demokrasi Pancasila merupakan sarana atau alat bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan negara. Tujuan negara tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Inti dari demokrasi Pancasila adalah paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya.

2)      Isi Pokok dan Ciri Khas Demokrasi Pancasila
           Demokrasi Pancasila merupakan ide atau gagasan yang ingin diterapkan oleh para pendiri negara sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demokrasi Pancasila yang berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan berpaham kekeluargaan dan  kegotong royongan mempunyai ciri khas yang membedakan demokrasi yang lainnya.
          Ciri khas demokrasi Pancasila adalah:
  1. Demokrasi Pancasila bersifat kekeluargaan dan kegotongroyongan yang bernapaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Demokrasi Pancasila harus menghargai hak-hak asasi manusia serta menjamin adanya hak-hak minoritas.
  3. Pengambilan keputusan dalam demokrasi Pancasila sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mufakat.
  4. Demokrasi Pancasila harus bersendikan hukum, rakyat sebagai subjek demokrasi berhak untuk ikut secara efektif untuk menentukan kehidupan bangsa dan negara.
          Isi pokok demokrasi Pancasila adalah:
  1. Pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya yang dituangkan dalam BatangTubuh dan Penjelasan UUD 1945.
  2. Demokrasi Pancasila harus menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
  3. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan.
  4. Demokrasi Pancasila harus bersendi atas hukum sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan UUD 1945, yaitu negara hukum yang demokratis.
          Sementara itu dalam pelaksanaannya, demokrasi Pancasila berlandaskan:
  1. Pancasila sila keempat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan  permusyawaratan/perwakilan.
  2. UUD 1945
    • Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan “ … maka disusunlah suatu Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ….”
    • Batang Tubuh: Pasal 1 Ayat (2) : Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang dasar.
1)      Tap MPR RI No. XII/MPR/1998 tentang pembahasan masa jabatan Presiden dan wakil  Presiden.
2)      Undang – undang, yang terdiri:
    • Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan  Pendapat,
    • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1998 tentang Parpol,
    • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pemilu,
    • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,  dan DPRD.
3)      Prinsip dan Asas Demokrasi Pancasila
Prinsip – prinsip demokrasi Pancasila terdiri dari:
  1. Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, maksudnya bahwa demokrasi selalu dijiwai dan diliputi oleh nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, maksudnya dalam demokrasi Pancasila negara/pemerintah menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
  3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, maksudnya kepentingan rakyat banyak harus diutamakan daripada kepentingan pribadi.
  4. Demokrasi yang didukung oleh kecerdasan warga negara, maksudnya bahwa dalam demokrasi Pancasila didukung oleh warga negara yang mengerti akan hak dan kewajibannya serta dapat melakukan peranannya dalam demokrasi.
  5. Demokrasi yang menerapkan prinsip pemisahan kekuasaan, maksudnya bahwa dalam negara demokrasi menganut sistem pemisahan kekuasaan, masing-masing lembaga negara memiliki fungsi dan wewenang masing-masing.
  6. Demokrasi yang menjamin berkembangnya otonomi daerah, maksudnya bahwa negara menjamin berkembangnya setiap daerah untuk memajukan potensi daerahnya masingmasing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  7. Demokrasi yang menerapkan konsep negara hukum, maksudnya bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum, bukan kekuasaan belaka, sehingga segala kebijaksanaan maupun tindakan pemerintah berdasarkan pada hukum yang berlaku.
  8. Demokrasi yang menjamin terselenggaranya peradilan yang bebas, merdeka, dan tidak memihak, maksudnya badan peradilan yang tidak terpengaruhi dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain.
  9. Demokrasi yang menumbuhkan kesejahteraan rakyat, maksudnya adalah demokrasi yang dikembangkan bertujuan untuk menjamin dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan baik lahir maupun batin.
  10. Demokrasi yang berkeadilan sosial, maksudnya bahwa tujuan akhir upaya pelaksanaan ketatanegaraan adalah tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
          Dalam sistem demokrasi Pancasila, ada dua asas yaitu:
  1. Asas kerakyatan, yaitu asas kesadaran akan cinta kepada rakyat, manunggal dengan nasib dan cita-cita rakyat, serta berjiwa kerakyatan atau menghayati kesadaran senasib dan secita-cita dengan rakyat.
  2. Asas musyawarah untuk mufakat, yaitu asas yang memperhatikan aspirasi dan kehendak seluruh rakyat yang jumlahnya banyak dan melalui forum permusyawaratan dalam rangka pembahasan untuk menyatukan pendapat bersama serta mencapai kesepakatan bersama yang dijiwai oleh kasih sayang, pengorbanan demi tercapainya kebahagiaan bersama.
4)      Aspek Demokrasi Pancasila.
          Ada beberapa aspek yang terkandung dalam demokrasi Pancasila, yaitu:
  1. Aspek material (segi isi/subtansi). Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Maka dari itu, pengertian demokrasi Pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik saja, tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial.
  2. Aspek formal. Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (demokrasi politik) yang dicerminkan oleh sila keempat.
          Menurut Prof. S. Pamudji, Demokrasi Pancasila mengandung aspek sebagai berikut:
  1. Aspek formal. Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila membahas persoalan dan cara rakyat menunjuk wakil-wakil dalam badan-badan perwakilan rakyat dalam pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama. 
  2. Aspek material. Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila mengemukakan gambaran manusia dan mengakui harkat serta martabat manusia, menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia sesuai dengan gambaran, harkat dan martabat tersebut. 
  3. Aspek normatif. Dalam aspek ini, demokrasi Pancasila mengungkap seperangkat norma atau kaidah yang mengatur dan membimbing manusia dalam rangka mencapai tujuan bersama. Norma-normra yang terkandung dalam demokrasi Pancasila antara lain norma agama, norma hukum, norma persatuan dan kesatuan, dan norma keadilan. 
  4. Aspek optatif. Mengandung arti bahwa demokrasi Pancasila mempunyai tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Tujuan dan cita-cita tersebut, tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV. 
  5. Aspek organisasi. Dalam aspek ini, organisasi sebagai wadah pelaksanaan demokrasi Pancasila untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. 
  6. Aspek kejiwaan. Aspek kejiwaan mengandung arti bahwa demokrasi Pancasila memberi motivasi dan semangat para penyelenggara negara dan para pemimpin pemerintahan.
          Selain itu, demokrasi Pancasila juga mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
  1. Lembaga – lembaga  negara,
  2. Partai politik dan golongan karya,
  3. Otonomi daerah,
  4. Pola pengambilan keputusan/tata cara musyawarah,
  5. Pemilihan umum,
  6. Peraturan perundangan/sumber tertib hukum,
  7. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia,
  8. Sistem pembagian kekuasaan.
5)      Sikap Positif dalam Rangka Pengembangan Demokrasi Pancasila
          Demokrasi Pancasila perlu harus dikembangkan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, dibutuhkan peran aktif dan dukungan warga negara terhadap pemerintahan. Peran aktif warga negara tersebut dapat tercermin dalam sikap positif terhadap pembangunan demokratis. Sikap positif warga negara dapat meningkatkan kesadaran warga negara akan hak dan kewajiban bagi kesejahteraan masyarakat.
          Sikap positif warga negara tersebut antara lain:
  1. Ikut mendukung dan berpartisipasi dalam usaha penataan kehidupan politik yang diarahkan pada menumbuhkembangkan tatanan politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  2. Meningkatkan kesadaran dan peran serta politik masyarakat, termasuk upaya pemantapan keyakinan rakyat terhadap Pancasila sebagai asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  3. Meningkatkan dan mengembangkan kehidupan demokratis dan tegaknya hukum berdasarkan Pancasila serta UUD 1945 demi terpeliharanya kemantapan stabilitas politik yang sehat dan dinamis, kemantapan mekanisme demokrasi Pancasila, serta kemantapan mekanisme suksesi kepemimpinan nasional berdasarkan UUD 1945.
  4. Turut mengembangkan budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan yang bertanggung jawab dengan didukung oleh moral dan etika politik yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
  5. Ikut meningkatkan program pendidikan politik yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut berguna untuk menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara serta meningkatkan motivasi dan partisipasi dalam pembangunan nasional.
  6. Menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat melalui wadah penyalur aspirasi rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  7. Mendukung otonomi daerah yang nyata untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
          Dengan adanya sikap – sikap yang positif terhadap pengembangan demokrasi Pancasila, diharapkan dapat menciptakan sistem politik yang demokratis sebagaimana ide atau gagasan para pendiri negara sejak awal.
          Di samping itu, untuk tetap menciptakan iklim demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perlu dijauhi sikap-sikap politik yang dapat merusak suasana demokratis. Sikap-sikap politik tersebut antara lain:
  1. Liberalisme. Sikap politik liberalisme menginginkan kebebasan individu dalam seluruh bidang kehidupan. Liberalisme ini menganut prinsip bahwa setiap individu memiliki hak yang mutlak dan tidak ada suatu kekuasaan yang boleh melanggar hak-hak tersebut. Dalam liberalisme, negara berfungsi sebagai pelindung dari hak-hak kebebasan individu tersebut tanpa harus ikut mencampurinya. 
  2. Radikalisme. Sikap politik radikalisme merupakan perwujudan sikap ketidakpuasan, dendam dan benci terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan landasan fi lsafat yang membenarkan ketidakpuasannya. Radikalisme menginginkan pembahasan segala sesuatu sampai pada akar permasalahannya. Untuk memperjuangkan rasa ketidakpuasan terhadap sesuatu, kaum radikal membuat program yang tepat dan biasanya berupa kesatuan/aritik dengan membandingkan keadaan sekarang yang mengecewakan dengan bentuk masyarakat yang ideal. Radikalisme ini pada akhirnya melahirkan revolusi, baik dalam bidang politik maupun sosial. 
  3. Konservatisme. Konservatisme merupakan suatu doktrin yang menghendaki dan mengusahakan terus berlangsungnya situasi dan kondisi yang sudah berlangsung sekian lama (status quo). Kaum konservatif biasanya menentang perubahan-perubahan besar dalam masyarakat. Dasar pemikiran konservatisme adalah agama atau adat istiadat yang sudah melembaga. Konservatisme menolak adanya perubahan dan revolusi yang berarti dalam masyarakat. 
  4. Anarkisme. Anarkisme menginginkan kebebasan yang mutlak tanpa adanya pembatasan apapun bagi setiap individu di dalam seluruh aspek kehidupan. Doktrin ini menganggap bahwa kekuasaan negara hanya akan mengekang kebebasan individu dan menganggap bahwa ketertiban masyarakat hanya merupakan suatu cita-cita yang tidak dapat diwujudkan. Oleh karena itu, rakyat tidak memerlukan negara dalam setiap tindakannya. Kaum anarki yakin bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh negara, dapat dilaksanakan sendiri dengan lebih baik secara bersama-sama.
6)      Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
          Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Demokrasi menjadi pilihan bangsa Indonesia sejak awal berdirinya. Perkembangan sistem demokrasi berlangsung sejak tahun 1945 hingga masa sekarang. Berbagai model demokrasi pernah diterapkan di Indonesia dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
  1. Bentuk – Bentuk Demokrasi yang Berlaku di Indonesia.
          Berikut ini adalah perkembangan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari masa awal kemerdekaan hingga era reformasi.
  1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 - 1950 )
          Masa antara tahun 1945 – 1950 merupakan masa revolusi fi sik di Indonesia. Bangsa Indonesia masih berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari Belanda. Karena itulah, demokrasi belum dapat terlaksana dengan baik di Indonesia. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan menjadi tujuan utama saat itu.
          Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 (dihapus berdasarkan amandemen IV tahun 2002 ). Pada pasal tersebut tertulis “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional”. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut, pemerintah mengeluarkan maklumat antara lain:
    1. Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tanggal 16 Oktober 1945 tentang Perubahan KNIP menjadi Lembaga Legislatif.
    2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
    3. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 tentang Perubahan Sistem Pemerintahan Presidensial menjadi Parlementer.
  1. Pelaksanaan demokrasi pada masa demokrasi liberal (1950 - 1959)
          Pada masa antara tahun 1950-1959, Indonesia memberlakukan sistem demokrasi parlementer. Sistem ini dikenal pula dengan sebutan demokrasi liberal. Konstitusi yang digunakan pada masa demokrasi liberal adalah Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
          Pada masa demokrasi liberal, terjadi beberapa kali pergantian kabinet. Akibatnya, pembangunan tidak berjalan lancar. Setiap partai hanya memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
          Masa demokrasi liberal ditandai dengan berubahnya sistem kabinet ke sistem parlementer. Pada masa tersebut, presiden hanya sebagai simbol. Presiden berperan sebagai kepala negara, bukan sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang perdana menteri.
          Terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki pada masa pelaksanaan demokrasi parlemen, yaitu:
  1. Berkembangnya partai politik pada masa tersebut. Pada masa ini, terlaksana pemilihan umum pertama di Indonesia untuk memilih anggota konstituante. Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu multipartai. Melalui pelaksanaan pemilu, berarti negara telah menjamin hak politik warga negara.
  2. Tingginya akuntabilitas politik.
  3. Berfungsinya parlemen sebagai lembaga legislatif.
          Adapun kegagalan pelaksanaan demokrasi liberal adalah:
  1. Dominannya kepentingan partai politik dan golongan sehingga menyebabkan konstituante digunakan sebagai ajang konfl ik kepentingan.
  2. Kegagalan konstituante menetapkan dasar negara yang baru.
  3. Masih rendahnya tingkat perekonomian masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak tertarik untuk memahami proses politik.
          Kegagalan sistem parlementer dibuktikan dengan kegagalan parlemen menyusun konstitusi negara. Sidang konstituante mampu memenuhi harapan bangsa Indonesia. Hingga akhirnya, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi:
  1. menetapkan pembubarkan konstituante,
  2. menetapkan UUD 1945 berlaku kembali dan tidak berlakunya UUDS 1950,
  3. pembentukan MPRS dan DPAS.

  1. Pelaksanaan pada masa demokrasi terpimpin (1959 - 1965)
          Masa demokrasi terpimpin berlangsung antara tahun 1959 hingga 1965. Masa ini dikenal dengan istilah Orde Lama. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan demokrasi dipimpin langsung oleh Presiden Sukarno. Dasar dari penerapan demokrasi terpimpin adalah sila keempat Pancasila. Presiden menafsirkan bahwa kata dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan , berarti pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”.
          Ciri umum demokrasi terpimpin antara lain:
1. dominasi seorang pemimpin atau presiden,
2. terbatasnya peran partai politik,
3. berkembangnya pengaruh komunis atau PKI.
          Terdapat beberapa penyimpangan konstitusi dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin, di antaranya:
  1. pemusatan kekuasaan di tangan presiden,
  2. Pancasila tidak ditafsirkan secara bulat dan utuh, akan tetapi secara terpisah,
  3. pengangkatan presiden seumur hidup,
  4. rangkap jabatan yang dilakukan presiden,
  5. Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu tahun 1955.
  6. konsep Pancasila berubah menjadi konsep Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunis),
  7. terjadinya pergeseran makna demokrasi, karena tidak terjadi pembagian kekuasaan,
  8. kecenderungan pemerintah ke arah blok komunis.
  9. Manipol USDEK (Manifesto Politik, Undang-Undang Dasar, Sosialisme Indonesia, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia) dijadikan GBHN tahun 1960. USDEK dibuat oleh Presiden, sedangkan GBHN seharusnya dibuat oleh MPR.

  1. Pelaksanaan demokrasi pada masa orde baru (1966 - 1998)
          Berakhirnya pelaksanaan demokrasi terpimpin terjadi bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama. Orde berganti dengan Orde Baru. Masa pemerintahan baru ini berlangsung di bawah kepemimpinan Presiden Suharto.
Segala macam penyimpangan yang terjadi di masa Orde Lama dibenahi oleh Orde Baru. Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Masa sejak tahun 1969 menjadi awal bagi bangsa Indonesia untuk hidup dengan harapan.
          Pemerintah Orde Baru mulai melaksanakan pembangunan secara bertahap. Tahapan pembangunan yang dikenal dengan sebutan Pelita (pembangunan lima tahun) dilaksanakan menyeluruh di wilayah Indonesia. Pelaksanaan pembangunan meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
          Sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi, pemerintah melaksanakan pemilihan umum setiap 5 tahun sekali. Pemilihan umum dilaksanakan untuk memilih anggota DPR/MPR. Pemerintah Orde Baru berhasil menyelenggarakan pemilihan umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
          Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Baru juga terjadi berbagai penyimpangan, antara lain:
  1. Terjadi sentralistik kekuasaan yang menjurus pada otoriter.
  2. Sentralisasi kekuasaan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan tidak merata.
  3. Merebaknya praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dalam pemerintahan.
  4. Terjadi monopoli di bidang perekonomian oleh kelompok tertentu yang dekat dengan kekuasaan.
  5. Tidak adanya pembatasan jabatan presiden.
  1. Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasi (1998 - sekarang)
          Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era baru yang disebut masa reformasi. Orde Baru berakhir pada saat Presiden Suharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
          Pergantian masa juga mengubah pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis dengan mengeluarkan peraturan undangan, antara lain:
  1. Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi. 
  2. Ketetapan Nomor VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR tentang Referendum.
  3. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari KKN
  4. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
  5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
          Sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi, pada masa reformasi dilaksanakan Pemilihan Umum 1999. Pelaksanaan Pemilu 1999 merupakan salah satu amanat reformasi yang harus dilaksanakan.
          Sebagai upaya perbaikan pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa langkah yang dilaksanakan, yaitu:
  1. banyaknya partai politik peserta pemilu,
  2. pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung,
  3. pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, MPR, dan DPD.
  4. pelaksanaan pemilu berdasarkan asas luber dan jurdil,
  5. pemilihan kepala daerah secara langsung,
  6. kebebasan penyampaian aspirasi lebih terbuka.
  1. Pemilihan Umum di Indonesia
          Terbukanya gerbang era reformasi pada tahun 1998, mengobarkan semangat demokrasi yang makin kuat di Indonesia. Nilai-nilai demokrasi yang dulu sempat lama terbendung di era Orde Baru, menjadi agenda utama pemerintahan reformasi. Oleh karena itu, dibutuhkan program-program guna menyosialisasikan dan mentransformasikan nilai-nilai tersebut.
          Pemilihan umum yang luber dan jurdil, menjadi gerbang pembuka pelaksanaan kehidupan bernegara yang bersih. Pemilu juga menjadi pintu gerbang pembuka sosialisasi dan transformasi nilai demokrasi. Terealisasinya pemilu langsung oleh rakyat biasa menjadi bukti nyata suksesnya agenda tersebut. Akan tetapi di lain sisi masih banyak terjadi peristiwa atau fenomena yang menyimpang bahkan sama sekali tidak demokratis. Masih banyak sekali terjadi demonstrasi yang berujung kerusuhan atau kebebasan pers yang berujung pada pertikaian dan saling membuka aib.
          Banyak pihak yang berpendapat bahwa persitiwa dan fenomena tersebut adalah akibat dari kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya.
    1. Peristiwa pemilu di Indonesia
          Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota – anggota DPR dan Konstituante. Pemilu 1955 dipersiapkan pada masa pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
  1. Tahap pertama, adalah pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
  2. Tahap kedua, adalah pemilu untuk memilih anggota konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
          Lima besar dalam Pemilu 1955 adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu selanjutnya dilaksanakan pada masa Orde Baru. Pemilu diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah Orde Baru. Pemilu 1971 diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu 1971 adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
          Pada tahun 1975, melalui Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik.          Dengan demikian, hanya terdapat dua partai politik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia, serta satu Golongan Karya (Golkar).
          Dengan adanya fusi partai politik, pemilu selanjutnya pada masa Orde Baru hanya diikuti 3 kontestan. Pemilu dengan tiga kontestan berlangsung pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu pada masa Orde Baru selalu dimenangkan oleh Golongan Karya.
          Pada tahun 1998, bangsa Indonesia memasuki Era Reformasi. Pada masa ini berlangsung pemilu pertama pada tahun 1999. Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun pada tanggal 7 Juni 1999 di bawah pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik. Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR. Hal tersebut sama seperti yang berlangsung pada masa Orde Baru. Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
          Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah Tingkat II di Sumatra Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan datangnya perlengkapan pemungutan suara.
          Pemilu pada masa reformasi berlangsung kembali pada tahun 2004 dan 2009. Mulai pelaksanaan Pemilu 2004, terdapat perubahan tujuan pelaksanaan pemilu. Pemilu tidak hanya memilih wakil-wakil rakyat, akan tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
          Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan untuk memilih secara langsung presiden dan wakil presiden. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla. Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara.
          Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

          b. Asas – asas pemilu
          Pemilihan umum di Indonesia menganut asas luber yang merupakan singkatan dari langsung, umum, bebas, dan rahasia. Asas luber sudah diberlakukan sejak masa Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
          Kemudian di era reformasi berkembang pula asas jurdil. Jadi asas pemilu menjadi luber dan jurdil. Jurdil merupakan akronim dari kata jujur dan adil. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
E.   Perilaku Budaya Demokrasi
          Perilaku demokratis adalah perilaku seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Sikap atau perilaku yang demokratis dapat mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Perilaku demokratis pada umumnya akan muncul dalam bentuk sebagai berikut:
1.      Menerima Perlakuan yang Demokratis dari Orang Lain
          Contoh sikap menerima perlakuan yang demokratis dari orang lain di antaranya:
  1. menerima kritikan dengan lapang dada,
  2. menghargai pendapat dari orang lain,
  3. menyampaikan pendapat secara arif dan bijaksana,
  4. menghargai makna dialog dengan tidak mendominasi suatu pembicaraan,
  5. menerima dan melaksanakan hasil keputusan dengan penuh tanggung jawab.
2. Berperilaku Demokratis kepada Orang Lain
          Contoh sikap berperilaku demokratis kepada orang lain di antaranya:
  1. tidak suka memaksakan kehendak,
  2. tidak suka memotong pembicaraan orang lain,
  3. tidak bersikap egois,
  4. akomodatif terhadap kepentingan umum,e. lebih mengutamakan kemampuan nalar dan akal sehat dalam berpendapat,
  5. santun dan tertib dalam memberikan pendapat dan gagasan,
  6. peduli terhadap kemajuan bangsa dan negara.
          Secara khusus sikap demokrasi diartikan sebagai kesiapan atau kecenderungan untuk bertingkah laku dengan mengutamakan kepentingan bersama, menghargai dialog yang kreatif dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai demokrasi Pancasila.
          Perilaku demokratis dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini dapat dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Keluarga menjadi tempat awal seorang anak menerima pendidikan demokrasi. Kebiasan dalam keluarga ini dapat menjadi bekal ketika anak melakukan pergaulan di luar lingkungan keluarga, seperti di lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.   Perilaku Demokratis di Lingkungan Keluarga
          Pengenalan sikap demokratis dapat dimulai dari rumah. Setiap keluarga dapat menerapkan sikap demokratis bagi seluruh anggotanya. Beberapa contoh penerapan sikap demokratis dalam keluarga antara lain:
  1. Saling menghargai pendapat,
  2. Saling menghormati dan menyayangi satu sama lain,
  3. Mendiskusikan permasalahan,
  4. Dapat berbagi peran dalam keluarga,
  1. Perilaku Demokratis di Lingkungan Sekolah
          Sekolah juga menjadi tempat anak mengenal, mengetahui, dan melaksanakan perilaku demokratis. Teori mengenai demokrasi diajarkan di sekolah. Anak juga dapat menerapkan teori yang telah dipelajari di sekolah.
          Contoh perilaku budaya demokratis yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah adalah:
  1. memilih ketua kelas,
  2. membuat struktur organisasi kelas,
  3. memilih ketua OSIS,
  4. membuat struktur organisasi kelas,
  5. berdiskusi,
  6. bermain bersama teman,
  7. menyusun program kerja OSIS.
  1. Perilaku Demokratis di Lingkungan Masyarakat
          Penerapan perilaku demokratis makin dibutuhkan dalam pergaulan di masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan tempat orang berinteraksi dengan orang lain. Contoh perilaku budaya demokratis dalam lingkungan masyarakat adalah:
  1. Memilih ketua RT, ketua RW hingga kepala desa,
  2. Melakukan musyawarah desa,
  3. Menghargai perbedaan suku, agama, ras maupun golongan,
  4. Mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan permasalahan
  1. Perilaku Demokratis dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
  1. Pemilihan umum
          Pemilihan umum dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Mulai tahun 2004, pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat pusat dan daerah serta pasangan presiden dan wakil presiden. Bagi negara, pemilu menjadi tonggak pelaksanaan demokrasi. Melalui pemilu, rakyat melaksanakan haknya untuk memilih wakil di parlemen serta pemimpin negara.
          Pelaksanaan pemilu menunjukkan perilaku demokratis dalam suatu negara. Melalui pemilu, pelaksanaan pemerintahan dilakukan dari, oleh, dan untuk rakyat. Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan tanpa paksaan, tekanan dan pengaruh pihak lain.


  1. Pemilihan kepala daerah
          Pemilihan kepala daerah (pilkada) menunjukkan pelaksanaan demokrasi masyarakat di daerah. Pilkada dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Pilkada dilaksanakan di daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
          Pilkada menjadi indikator pelaksanaan kehidupan yang demokratis di daerah. Dalam pilkada, masyarakat berhak memiliki pasangan pemimpin daerah sesuai dengan ketetapan hati masing-masing. Di tingkat provinsi, rakyat memilih gubernur dan wakil gubernur, di tingkat kabupaten, rakyat memilih bupati dan wakil bupati, di tingkat kota, rakyat memilih wali kota dan wakil wali kota.
       c. Pembagian kekuasaan
          Dalam pemerintahan yang demokratis, kekuasaan tidak terpusat pada satu lembaga. Pemerintahan yang demokratis dapat terwujud melalui pembagian kekuasaan. Seperti yang berlaku di Indonesia, kekuasaan negara dibagi menjadi 3, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.
 

      d. Kebebasan pers
          Pers menjadi salah satu pilar demokrasi. Pers diharapkan mampu menjadi penyeimbang dalam proses demokratisasi. Pers perlu memperoleh kebebasan agar mampu melaksanakan perannya. Pers yang dilindungi kebebasannya adalah pers yang bertanggung jawab dan konstruktif.
 e. Pluralisme
          Pluralisme menunjukkan keberagaman suatu bangsa. Perilaku demokratis ditunjukkan dengan adanya penghargaan terhadap keberagaman. Pluralisme harus dijamin oleh negara. Tidak ada pembeda antara kelompok mayoritas maupun minoritas. Semua suku, agama, ras, dan golongan memiliki hak dan kewajiban yang sama di berbagai bidang kehidupan.


f.  Kesetaraan hukum
          Perilaku demokratis ditunjukkan dengan kesetaraan hukum. Semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Penerapan hukum didasarkan pada fakta hukum dengan dilandasi norma hukum yang berlaku.
g.  Kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul
          Perilaku demokratis ditunjukkan dengan terjaminnya kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul. Kebebasan yang dimiliki harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Kebebasan harus dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku. Kebebasan dilaksanakan dengan mengingat dan memperhatikan kebebasan orang lain.

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
          Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “kratos” yang berarti pemerintahan. Secara sederhana demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih dalam sistem pemilihan yang bebas. Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
                    Pelaksanaan demokrasi hendaknya tidak hanya di bidang politik, tetapi juga meliputi bidang ekonomi dan sosial. Dalam bidang ekonomi, semua warga negara hendaknya mampu menjadi pengawas dalam kegiatan ekonomi, sedangkan dalam bidang sosial, semua warga negara berhak mendapatkan persamaan atas gender, hukum, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia
                    Pelaksanaan demokrasi di Indonesia hendaknya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa/religius, kemanusiaan/hak asasi manusia, persatuan/pluralisme, perwakilan/langsung, keadilan dan kesejahteraan, dan negara hukum di segala bidang kehidupan dan di segala lingkungan.
          Perkembangan sistem demokrasi di Indonesia mengalami pasang dan surut seiring dengan perkembangan pola berpikir warga negara untuk menciptakan suatu negara yang berperikemanusiaan.
          Seringkali terdapat hambatan dalam pelaksanaan pemilu sebagai sarana demokrasi di Indonesia, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman warga negara tentang makna demokrasi secara hakiki.
          Prinsip-prinsip budaya demokrasi adalah kebebasan, persamaan, solidaritas, toleransi, kejujuran, penalaran, dan keadaban.
          Demokrasi tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan tetapi juga pola sikap dan budaya suatu masyarakat. Negara demokrasi mengharuskan adanya dua persyaratan, yaitu adanya pemerintahan demokrasi dan budaya demokrasi.

2.     Saran
          Melalui makalah ini saya berharap semoga pembahasan mengenai Masyarakat Madani dan Demokrasi, sedikit banyaknya dapat dipahami oleh pembaca, selain itu Saya sebagai penulis mohon ma’af apabila masih terdapat kesalahan – kesalahan dalam penyusunan makalah  ini, untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca, untuk kesempurnaan dari makalah saya ini.
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta.
Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media: Jakarta.






\









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Dan Pemikiran Filsafat (Eksistensialisme Pragmatisme Dan Progresivisme)

makalah apbn dan apbd